Suatu ketika Aku mendengar dari televisi
suara teriakan yang kompak dari banyak orang; “lanjutkan… lanjutkan. .lanjutkan…”
atau terkadang mereka berteriak dengan kompak, “ ga bisa tidur… ga bisa tidur…
ga bisa tidur…” Setelah Aku mendekat untuk menonton acara televisi itu secara
seksama, ternyata acara tersebut merupakan salah satu kuis disalah satu stasiun
televisi swasta. Jika kemudian dapat aku rumuskan, sebenarnya aturan-aturan
permaianan kuis itu sangat gampang sekali untuk mendapat hadiah yang luar
biasa. Hanya ada dua aturan yang Aku temukan, diataranya; (1) Main Tebak Benar
Menang, (2) Tebak Salah Mundur Kalah.
Setelah Aku puas menonton acara itu Aku
teringat pada cerita temanku pada sekolah lain saat Aku sekolah menengah
pertama. Waktu itu dia bercerita kepadaku kalau hari itu dia dihukum oleh guru
BP karena menyelenggarakan kuis didalam kelas saat tidak ada guru. Saat itu aku
bertanya pada temanku jenis kuis apa yang dapat dilakukan disekolah. Secara
rinci namun sedehana temanku bercerita; jabatannya sebagai ketua kelas sangat
mudah untuk temanku memberikan pengarahan terkumpul atau mempengaruhi sebuah
ide kepada teman-teman sekelasnya. Setiap diadakan kuis dalam periode
disepakati seluruh teman sekelasnya termasuk dia mengumpulkan uang sebesar Rp
2000,- per-orang. Dalam sekali periode kuis yang dilakukan seminggu sekali uang
yang terkumpul dari sekitar 40 siswa sebanyak kurang lebih Rp 80.000,-an
tentunya itu jumlah yang besar saat itu bagiku mengingat uang sakuku sebasar
Rp. 1500,-. Setelah uang terkumpul dan telah diumumkan kepada para peserta
jumlah uang dalam periode kuis ini, maka dimulailah kuis dengan berbagai
tebakan yang dibuat panitia sebanyak tiga orang yang disepakati bergiliran
setiap periode selanjutnya disebut Bandar. Pertanyaan yang dikeluarkan Bandar
bersifat dinamis, baik dari tebakan yang tidak penting seperti; salah satu ibu
guru tercantik pakai rok wana apa hari ini atau siapa yang menjadi komandan
upacara saat hari senin lalu, sampai dengan pertanyaan seputar materi pelajaran
yang sudah didapatkan. Setiap minggu dengan sistem gugur melalui jawaban pada
sepotong kertas, hanya ada sepuluh orang saja yang disepakati menerima uang
kemenangan. Dengan jumlah besar nominal dari masing-masing pemenang
di-range-kan sedemikian berturutan dari terbesar sampai terkecil jika ada sisa
akan menjadi uang kas kelas dan komisi dari bandar. Atauran tambahan lainnya
bahwa pemenang lima besar periode ini, pada satu periode kedepan wajib membayar
dua kali uang setoran.
Rupanya permainan itu sangat populeh
disekolah temanku itu sampai akhirnya permainan kuis itu sampai juga ketelinga
guru-guru karena beberapa kelas mulai ikut-ikutan. Dikhawatirkan hal ini akan
menyebar diseluruh kelas, akhirnya temanku dan para ketua kelas lainnya
dipanggil guru BP dan wakil kepala sekolah. Dari pembicaraan serius sampai
ancaman skorsing diterima saat pemanggilan itu dengn tujuan permainan kuis
semacam itu agar dihentikan. Secara serta merta pula pihak sekolah temanku mengeluarkan
suatu peraturan yang menyatakan permainan itu dilarang dilakukan disekolah
karena permaianan itu adalah bentuk perjudian dan mengganggu kegiatan belajar
mengajar.
Setelah Aku mengenal hukum, jika kita telisik
pengertian judi berdasarkan pasal 303 angka 3 KUHP berbunyi; Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap
permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada
peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di
situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan
lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau
bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.
Dari uraian pasal tersebut ada beberapa
rumusan yang dapat membentuk pengertian
judi itu sendiri, diantaranya; (1) permaianan dengan bergantung pada
peruntungan belaka, ini dapat diartikan bahwa pemenang dalam permainan karena
kepandaiannya, kemahiran, nasib, ataupun kemampuan dengan adanya harapan mendapatkan
hadiah/hasil kemenangan berlipat-lipat dari setiap kemenangan yang diperolehnya
tanpa adanya pembatasan nilai tertinggi berapa yang harus didapatkan. (2) Juga termasuk
terpenuhinya pengertian judi dengan adanya pertaruhan-pertaruran yang terjadi
diluar yang terkait pada permainan tersebut.
Kembali pada kasus permainaan kuis temanku
itu secara definitif tidak dapat dikatakan sebagai judi, karena unsur
keuntungan belaka tidak terpenuhi mengingat telah adanya pembatasan hasil
kemenangan yang akan diperoleh sebesar-besarnya atau maksimal telah sejumlah
dana terkumpul yang diumumkan. Sehingga sudah jelas nantinya pemenang
mendapatkan hasil kemenangan yang akan diterima TIDAK MUNGKIN lebih besar dari
pada dana terkumpul yang sudah diumumkan, walaupun seberapa pintarnya para
pemenang nantinya.
Korelasi berikutnya yang dapat dinyatakan
bukan sebagai judi adalah para pemain ikut serta langsung dalam permainan bukan
mempertaruhkan sesuatu dari luar permainan. Para pemain yang sudah menyetorkan
uang saja yang boleh ikut dalam permaianan, hal ini juga dapat menjauhkan jenis
permainan kuis oleh temanku itu sebagai judi. Sehingga logika yang terjadi jika
kuis temanku itu bukan judi, maka patut kuis itu tidak meminta ijin pada pihak
manapun.
Tapi disisi lain dibalik kajianku sendiri
pula, aku tidak menyalahkan para guru-guru yang memanggil temanku. Sangat tepat
bagiku guru-guru tersebut menghentikan permainan seperti itu, mengingat dampak
ketagihan dari permainan tersebut adalah bibit-bibit prilaku judi yng lebih
besar lagi, disamping konsentrasi belajar para siswanya terpecah oleh kuis yang
diikuti.
Setelah sekian tahun berlalu dari kasus kuis
temanku itu dan sekarang aku dan temanku itu sudah mulai dewasa, kontrafakta
itupun aku temukan. Banyak sekali
kuis-kuis ditayangkan oleh televisi, bahkan melibatkan peserta secara masal
dengan aksesoris kian hari-kian aneh. Beberapa dari banyak kuis televisi
memperebutkan hadiah-hadiah yang nilainya tidak terukur ataupun tidak
ditentukan batar nilai atasnya. Ada juga audisi- audisi yang membukan dukungan
sms dari penonton televisi kepada peserta audisi, yang terkadang dukungan sms
itu diberikan suatu harapan mendapatkan dor prize. Jam tayang kuis-kuis itupun
ditayangkan saat jam dimana anak-anak umumnya masih dapat menonton bersama
keluarga.
Disinilah perdebatan logikaku mulai muncul
kembali, diatara perdebatan logika itu kemudian ada beberapa pertanyaan yang
mengusik benakku; mungkin itu benar bukanlah “judi” karena nama ditelevisi
adalah “kuis” ? karena kalau namanya judi pastilah itu sudah sangat jelas
sebagai kejahatan sebagaimana ketentuan pasal 1 Undang-Undang.
No.7 Tahun 1974.
Mungkin bisa jadi juga kuis-kuis
ditelevisi ini telah mendapatkan ijin dari pemerintah untuk menawarkan atau
memberi kesempatan kepada publik untuk ikut bermain. Karena tdak bias
dipungkiri Ketentua Pasal 303 KUHP jo Pasal 303 bis (1) 2 yang secara eksplisit
dinyatakan Perjudian itu dilarang terkecuali ada ijin. Namun hal ini sangat
nota bena sekali terhadap realita dilapangan jangankan mendapat ijin untuk
mendirikan kasino mendapatkan perlawanan dari berbagai pihak, ijin
penyelenggaraan judi dikampung saja hampir mustahil secara legal.
Seperti halnya Tajen (sabung ayam
di Bali), yang sering sekali menjadi gesekan kepentingan antara panitia
penyelenggara tajen dengan aparat. Disatu sisi Tajen digelar dengan dalih entitas
budaya, namun tetap saja susah untuk mendapatkan ijin penyelenggaraan,
sedangkan disisi lain aparat bertindak karena judi adalah suatu kejahatan serta
diselenggarakan tanpa ada ijin. Ditambah lagi aparat selalu membumbui penolakan
atas penyelenggaraan Tajen dengan dasar kecurigaan mengggangu ketertiban umum.
Inilah selanjutnya Aku maksudkan
sebagai tumpang tindih dalam dunia hukum Indonesia. Namun dibalik tumpang
tindih hukum ini yang patut disadari bahwa perangkat hukum yang mendefinisikan
judi itu sendiri haruslah diatur kembali sebagaimana perkembangan jaman,
sehingga tidak menimbulkan kecumburuan sosial antar kelompok masyarakat. Jagan
sampai menjadi slogan yang menggenerasi; semakin diatur semakin tidak teratur.
Salam Prabu…!
PARADIGMA PATRA BHUMI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar